Senin, 27 April 2015

fenomena ekonomi


BANYAK pengamat asing yang heran melihat berbagai fenomena ekonomi di Indonesia. DH Penny, misalnya, menulis tentang bagaimana penduduk di sebuah desa di Yogyakarta mengatasi masalah kemiskinan. Orang kaya di desa itu tidak menolong orang -orang miskin di desanya dengan memberi sedekah karena tidak ingin orang miskin merasa lebih rendah darinya. Ia membiarkan salah satu kebunnya yang berisi berbagai hasil kebun diambil oleh orang – orang miskin, sementara si kaya pura – pura tidak tahu.
Keheranan pengamat ekonomi asing juga terjadi saat terjadi krisis ekonomi, dan data statistik menunjukkan tidak ada investasi yang direalisasikan,( baik investasi asing maupun investasi dometik); tetapi terjadi juga pertumbuhan ekonomi. Setelah ditelusur banyak pengeluaran yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai pengeluaran konsumsi ternyata sekaligus merupakan pengeluaran investasi.
Contoh, jika seseorang memberi sepeda motor maka oleh BPS dicatat sebagai pengeluaran konsumsi. Tetapi ternyata sepeda motor itu digunakan untuk ojek. Maka sebenarnya pembelian sepeda motor tersebut merupakan pengeluaran investasi.
Pola Konsumsi
Yang menarik pada saat Hari Raya Lebaran dan mungkin juga Natal dan Tahun Baru adalah pola konsumsi masyarakat. Dalam hari-hari normal pola konsumsi masyarakat umumnya dapat diterangkan dengan berbagai teori konsumsi dalam buku-buku teks teori ekonomi.
Teori JM Keynes (1936) menyatakan, konsumsi seseorang akan tergantung pada tingkat pendapatan yang telah diterima (disebut sebagai pendapatan aktual atau absolut) oleh seseorang atau masyarakat. Jika terjadi kenaikan pendapatan aktual maka kenaikan konsumsinya lebih kecil dari kenaikan pendapatan aktual yang diterima. Hal ini dikarenakan seseorang pasti menyisihkan sebagian pendapatan yang diterimanya untuk tujuan lain yaitu menabung dan membayar utang.
James Dussenberry (1949) mengemukakan teori tain lagi tentang konsumsi. Memurutnya, pengeluaran konsumsi seseorang bukan tergantung dari pendapatan absolut aktualnya tetapi tergantung dari pendapatan relatifiiya. Maksudnya konsumsi seseorang tergantung dari tingkat pendapatannya dibanding atau relatif terhadap pendapatan orang lain. Orang yang berpendapatan lebih rendah akan meniru pola konsumsi orang yang pendapatannya lebih tinggi di sekelilingnya.
Karakteristik lain dari pengeluaran konsumsi masih menurut Dusssenberry adalah sekali pengeluaran konsumsi seseorang meningkat, maka tidak mungkin pengeluaran konsumsi tersebut menurun sekalipun pendapatannya menurun.
Albert Ando, Franco Modigliani, dan Richard Brumberg punya teori lain lagi tentang perilaku konsumsi seseorang atau masyarakat. Menurut ketiga ekonom tersebut, pengeluaran konsumsi akan tergantung dari siklus hidup seseorang. Pada saat seseorang belum bekerja, maka untuk membiayai pengeluaran konsumsinya ia akan disubsidi oleh orangtuanya atau utang.
Pada saat sudah bekerja ia akan menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung guna membayar utang sebelum bekerja dan membiayai konsumsi setelah pensiun. Pada saat sudah pensiun, seperti telah disebutkan, ia akan memakai tabungannya untuk membiayai konsumsinya
Ekonom berikutnya yang merumuskan teori konsumsi adalah Milton Friedman (1957). Menurut Friedman konsumsi seseorang tergantung pada pendapatan permanennya (pendapatan yang rutin ia terima setiap periode tertentu) dan bukan pada pendapatan transitori (pendapatan yang tak terduga)
Jika diamati maka pola konsumsi seseorang atau masyarakat Indonesia saat lebaran sangat sulit untuk dimasukkan ke dalam salah satu teori tersebut , Konsumsi seseorang pada saat lebaran biasanya. sangat besar. Hasil kerja yang sebelum lebaran ditabung biasanya dihabiskan pada saat lebaran dan ada bahkan beberapa orang yang berutang untuk menutup pengeluaran konsumsinya. Maka tak heran jika menurut data penarikan uang kartal di Jawa Tengah dua pekan menjelang lebaran meningkat 100% lebih Uang kartal; yang ditarik dari bank-bank umum selama 2 pekan sebelum lebaran itu mencapai Rp. 500 miliar (Suara Merdeka 9 November 2004, halaman 4).
Pemerataan Pendapatan
Pada saaf Lebaran juga terjadi pembalikan pusat kegiatan ekonomi. Kalau pada hari-hari biasa pusat kegiatan ekonomi berada di kota dan daerah yang maju maka pada saat lebaran yang terjadi sebaliknya.
Pada saat lebaran pusat kegiatan ekonomi justru terjadi di desa – desa dan di daerah kurang maju. Ini akan menciptakan pembagian pendapatan antardaerah yang lebih merata meski hanya sesaat. Barangkali ini fenomena yang hanya terjadi di Indonesia dan perlu diteliti lebih lanjut.
Fenomena ekonomi yang lain yang unik selama lebaran adalah bahwa kebutuhan yang tingkatannya lebih tinggi dari kebutuhan dasar, ternyata bukan hanya milik mereka yang pendapatannya tinggi, melainkan milik semua orang pada saat lebaran.
Ahli manajemen sumberdaya manusia Maslow pernah mengemukakan teori yang disebut Teori Hirarki Kebutuhan. Dalam teori tersebut sesuai dengan tingkat pendapatan seseorang, bila pendapatan seseorang masih rendah, kebutuhannya sebatas pada kebutuhan dasar yaitu makan, minum, pakaian, dan papan.
Setelah pendapatanmya meningkat maka kebutuhannya meningkat lagi menjadi kebutuhan psikologis seperti rasa aman. Setelah kebutuhan psikologis ini maka hirarki berikutnya adalah kebutuhan akan pengakuan masyarakat terhadap keberadaan atau posisi sosialnya (Esteem). Akhirnya hirarki paling tinggi dari hirarki kebutuhan dari seseorang adalah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Pada tahap ini ia tidak lagi butuh pengakuan masyarakat tetapi ia dapat melakukan apa yang ia kehendaki atas kehendaknya sendiri.
Pada masa lebaran ternyata semua orang pada berbagai tingkat pendapatan membutuhkan pengakuan sosial dari masyarakat di sekitarnya pada. saat mudik dengan cara membeli dan membawa berbagai barang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar